Teru-teru Bozu yang digantung |
Hampir seluruh masyarakat Indonesia
pasti tahu, bahwa jika ada satu acara resepsi pernikahan maka tidak akan lepas
dari yang namanya pawang hujan. Tugas pawang hujan di sini yaitu melakukan
semacam ritual agar hari dimana dilaksanakan resepsi tersebut tidak turun
hujan. Meskipun dalam agama hujan merupakan anugerah, tetapi jika jatuhnya
dihari yang penting seperti pernikahan akan membuat acara tidak berjalan dengan
lancar. Contohnya, jika hari hujan maka tamu undangan yang datang akan lebih
sedikit selain itu tanah juga menjadi becek dan lain-lainnya.
Kepercayaan tentang menolak hujan
ini juga ada di negara Jepang atau yang lebih dikenal dengan sebutan Negeri
Matahari Terbit. Berbeda dengan negara Indonesia, kepercayaan menolak hujan di
Jepang sering dilakukan pada bulan September yang merupakan bulan yang berat bagi
orang Jepang. Perubahan musim panas ke musim gugur pada bulan-bulan ini selalu
diikuti dengan cuaca yang ekstrim seperti badai, topan dan lain sebagainya.
Oleh karena itu bagi orang Jepang bulan September atau bulan sembilan adalah
bulan yang ingin cepat dilewati, karena dalam budaya orang Jepang angka
sembilan dibaca "ku" yang dekat dengan kata "kurushii" yang
berarti sengasara.
Jadi pada bulan September tersebut
kita bisa menemukan banyak masyarakat Jepang yang memasang Teru-teru Bozu. Teru
teru bōzu (bahasa Jepang: 照る照る坊主、てるてる坊主)
adalah boneka tradisional Jepang yang terbuat dari kertas atau kain putih yang
digantung di tepi jendela dengan menggunakan benang. Dari segi bentuk dan
pembuatannya, boneka tersebut mirip dengan boneka hantu seperti yang dibuat
pada saat Halloween. Jimat ini diyakini memiliki kekuatan ajaib yang mampu
mendatangkan cuaca cerah dan menghentikan atau mencegah hujan. Dalam bahasa
Jepang, teru adalah kata kerja yang berarti "bersinar" atau
"cerah", dan bōzu dapat berarti bhiksu, atau dalam bahasa pergaulan
masa kini dapat berarti "kepala botak"; kata itu juga merupakan
istilah akrab untuk menyebut bocah lelaki. Boneka ini dibuat kemudian digantung
di depan rumah saat musim hujan badai dengan harapan badai atau hujan segera
berlalu dan cuaca kembali cerah. Namun, sebaliknya jika boneka teru-teru bozu
dipasang secara terbalik, itu artinya meminta turunnya hujan.
Bagus kan? |
Bahkan pada zaman Edo sudah banyak
anak-anak yang membuat boneka ini dan menyanyikannya untuk memohon cuaca baik "pendeta
cuaca baik, cerahkan cuaca esok hari.” Lirik lengkapnya adalah sebagai berikut
:
てるてるぼうず,
てるぼうず明日天気にしておくれ
いつかの夢の空のように
晴れたら金の鈴あげよ
てるてるぼうず
てるぼうず明日天気にしておくれ
私の願いを聞いたなら
甘いお酒をたんと飲ましょ
てるてるぼうず
てるぼうず明日天気にしておくれ
もしも曇って泣いてたら
そなたの首をちょんと切るぞ
Artinya:
Teru-teru-bozu,
teru bozu
buat
besok hari yang cerah
Seperti
langit dalam mimpi
jika
cuacanya cerah Saya akan memberikan Anda bel emas
Teru-teru-bozu,
teru bozu
buat
besok hari yang cerah
Jika
Anda ingin membuatnya menjadi kenyataan
Kami
akan banyak minum sake manis
Teru-teru-bozu,
teru bozu
buat
besok hari yang cerah
Tetapi
jika mendung dan anda menangis (hujan)
Lalu
aku akan memotong putus kepalamu
Lagu ini ditulis oleh Kyoson
Asahara dan disusun oleh Shinpei Nakayama, rilis pada tahun 1921. Teru-Teru
Bozu ini dikatakan sebagai "Warabe Uta". Warabe uta (童 歌) Adalah lagu-lagu
tradisional Jepang, mirip dengan lagu anak-anak. Sering dinyanyikan sebagai
bagian dari permainan anak-anak tradisional. Mereka digambarkan sebagai bentuk
min'yo - lagu-lagu tradisional Jepang-, biasanya dinyanyikan tanpa disertai
instrumen. Lagu Teru-Teru Bozu ini dikabarkan
memiliki sejarah gelap daripada yang pertama kali muncul. Hal ini diduga
berasal dari sebuah kisah tentang seorang biksu yang berjanji pada petani untuk
menghentikan hujan dan membawa cuaca cerah selama hujan berkepanjangan yang
merusak tanaman.
Ketika biarawan itu gagal membawa
sinar matahari, ia dihukum mati. Banyak sejarawan rakyat Jepang, menyelediki
asal-usul yang sebenarnya dan kebanyakan
dari mereka percaya Teru-teru Bozu berasal dari tradisi lama setelah itu
menjadi luas, kemungkinan besar dalam upaya untuk memperbaiki citra boneka.
Hal ini lebih mungkin bahwa
"bōzu" dalam nama tidak merujuk kepada seorang biarawan Buddha yang
sebenarnya, tetapi untuk bulat, kepala botak biksu seperti boneka, dan
"Teru Teru" bercanda merujuk pada efek sinar matahari terang yang
mencerminkan dari sebuah kepala botak.
Aneka macam Teru-teru Bozu |
Ada banyak sekali pelajaran yang bisa kita ambil
dari kebudayaan Teru-Teru Bozu ini.
Salah satunya adalah manusia harus memiliki harapan. Harapan untuk apa saja,
contohnya kebahagiaan. Jika dilihat dari dari sejarahnya, para petani Jepang
sangat berharap bahwa musim hujan akan segera berakhir
berganti dengan musim panas agar lahan pertanian mereka tidak kebanjiran. Walaupun legenda tersebut berakhir tragis, bukankah dengan adanya boneka Teru-teru Bozu tersebut bisa menjadikan suatu harapan baru bahwa kita bisa berharap esok hari akan cerah bukan?
Meskipun
pada era dewasa ini, hujan bisa diprediksikan melalui perkiraan cuaca dan
bagaimana hujan itu bisa dijelaskan dengan ilmu alam. Harapan itu harus selalu
ada. Itulah mengapa Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan. Tidak akan ada
yang namanya kebahagiaan jika kita selalu mengacu pada logika yang di sini
diwakilkan oleh pihak laki-laki, dan tidak ada yang namanya bahagia jika kita
selalu berpegang teguh pada perasaan kita sendiri yang di sini diwakilkan oleh
pihak perempuan. Maka dari itu kita butuh keduanya, untuk menyeimbangkan.
Begitu
juga dengan Teru-teru Bozu, kami yakin untuk ukuran negara Jepang yang sudah
sangat maju maka ramalan cuaca di sana 95% akurat. Tetapi kenapa setiap bulan
September masih saja banyak ditemui Teru-Teru Bozu yang digantung di negara
Jepang? Jawabannya satu. Karena harapan
atau kepercayaan akan keajaiban yang diluar logika manusia itu akan selalu ada.
Begitu juga kita.
Jika
ada seratus orang yang mengatakan bahwa
nantinya kita tidak akan sukses, karena kita tidak pintar dan juga tidak
berbakat dalam hal apapun. Maka jika
kita percaya maka kita benar-benar menjadi orang yang sangat rugi. Seharusnya
kita percaya pada diri sendiri, bukankah kita masih memiliki tenaga untuk
bekerja keras. Jadi jangan pernah sekali-kali untuk kehilangan kepercayaan
terhadap diri sendiri ataupun keajaiban dari Tuhan. Karena kata keajaiban itu
tidak akan pernah hilang dari kosa-kata manusia selama manusia itu masih
berusaha.
Semoga,
keajaiban itu tetap ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar