Kamis, 19 Mei 2016

Pulang (Sebuah Puisi Untuk Sahabat yang Namanya Terukir Abadi di Hati)

Putaran emosi ini mengerikan
Menenggelamkanku dalam kegelapan
Menyeretku ke hutan rimba tak dikenal
Aku hilang tak diketemukan

Putaran emosi ini mengerikan
Hanya karena sebuah kabar
Aku meradang sepanjang malam

Putaran emosi ini mengerikan
Katanya kau telah pulang
Duduk manis di pangkuan Tuhan
Haruskah aku mengatakan selamat jalan
Ketika ragaku hanya sebuah cawan
Tak lagi berisi air kehidupan

Sayang, kau telah pulang
Meninggalkan hati yang langsung lenyap hilang
Tanpa tahu peraduan

Semarang, 29 September 2015


Jumat, 13 Mei 2016

Berkelanah ke Gunung Andong dan Edensor


Beberapa akhir ini, aku mencoba kembali menekuni untuk membaca buku. Buku apa saja yang penting bisa membuka wawasan. Minggu kemarin aku menyelesaikan Bumi Manusia karya Pram. Minggu ini buku Arok Dedes masih dari penulis yang sama. Selain itu aku juga membaca Edensor karya Andrea Hirata. Ini kali kedua aku membaca novel yang tema besarnya petualangan tersebut. Pertama kali saat aku duduk di bangku SMP. Sebagian besar aku masih mengingat jalan ceritanya tetapi tetap saja menyelami kata per kata tak membuatku bosan. Yang ada malahan rasa cintaku semakin memuncak untuk penulis yang berasal dari Belitong ini.
Novel Edensor ini mengajarkan banyak hal. Salah satunya berkelanah. Karena dengan berkelana kita bisa melihat banyak hal dan juga bisa belajar langsung dari pengalaman. Jujur, aku juga ingin menjelajah dunia. Pergi sejauh mungkin untuk bisa menyaksikan peradaban-peradaban di seluruh dunia. Tapi kurasa masalah paling klasiklah yang membelengguku. Aku seorang perempuan. Perempuan dengan daya tahan fisik yang jika diguyur hujan akan langsung jatuh sakit. Inilah yang dinamakan paradoks.
Bicara tentang berkelana pengalaman yang paling berharga yang kumiliki adalah saat naik bukit Andong. Untuk ukuran orang yang selalu menghabiskan akhir pekannya dengan menonton drama, membaca buku atau mewarnai, mendaki gunung adalah suatu hal yang mustahil. Tapi toh aku melakukannya. Tidak ada rencana. Jika direncanakan pasti selalu gagal. Jadi saat teman mengajak ayo naik gunung. Aku langsung mengangguk dan besoknya kami berangkat. Udah gitu aja.
Gunung Andong
Gunung Andong terletak di Magelang dengan ketinggian 1726 di atas permukaan laut. Kami berangkat dari Semarang pukul setengah sembilan malam, sampai di tempat peristirahatan jam setengah sebelas malam. Setelah sholat isya dan duduk-duduk sebentar, kami memulai perjalanan. Aku ingat betul bagaimana rasanya mendaki untuk pertama kali, baru lima menit berjalan, nafasku sudah ngos-ngosan, tenggorokan terasa panas, perutku sakit, kakiku seperti enggan berjalan. Ini hal yang akan kau dapatkan ketika terlalu malas berolahraga. Untungnya seminggu sebelumnya aku pergi ke Gedung Songo, jadi aku anggap itu sebagai pemanasan.
Perjalanan sampai ke puncak memakan waktu dua jam lebih. Sebenarnya itu waktu bisa dipersingkat kalau yang mendaki semuanya laki-laki. Tahu sendirikan kecepatan perempuan? Baru sepuluh menit berjalan minta istirahat. Jadinya seperti itu. Kami berjalan menyusuri lereng gunung yang gelap. Penerangan berasal dari lampu senter yang kami bawa dan dari cahaya bulan. Kami berjalan dalam diam merasakan angin malam yang segar memenuhi paru-paru kami.
Sekitar jam dua lebih kami sudah tiba di puncak. Beberapa teman laki-laki memasang tenda. Dan dengan tidak tahu dirinya aku, bukannya membantu malah menjadi pengamat di atas gunung. Suhu udara turun drastis dan tubuhku menggigil kedinginan. Setelah tenda selesai di pasang kami memasuki tenda dan mencoba untuk tidur sebelum fajar menyingsing. Rencanya kami akan berburu matahari terbit. Melihatnya magisnya sinar matahari pagi yang indah.
Tapi aku tetap saja aku. Setelah melihat matahari dan berfoto ala kadarnya, aku memilih kembali masuk ke tenda dan melajutkan tidurku. Semua teman-temanku mengatakan apa gunanya pergi jauh-jauh kalau ujung-ujungnya cuma pindah tempat tidur dari kosan ke gunung. Mereka sibuk menjelajah, berfoto, main gitar, memasak dan aku mengarungi dunia mimpi yang indah.
Dengan semua yang kulakukan itu aku masih saja tetap ingin berkelana kemana-mana. Di dalam novel Edensor ada kutipan yang sangat kusukai. Begini kutipannya:    
Aku ingin hidup mendaki puncak tantangan, menerjang batu granit kesulitan, menggoda mara bahaya dan memecahkan misteri dengan sains. Aku ingin menghirup berupa-rupa pengalaman lalu terjan bebas menyelami labirin lika-liku hidup yang ujungnya tak dapat disangka. Aku mendamba kehidupan dengan kemungkinan-kemungkinan yang bereaksi satu sama lain seperti benturan molekul uranium: meletup tak terduga-duga, menyerap, mengikat mengganda, berkembang, terurai, dan berpencar ke arah yang mengejutkan. Aku ingin ke tempat-tempat yang jauh, menjumpai beragam bahasa dan orang-orang asing. Aku ingin berkelana, menemukan arahku dengan membaca bintang gemintang. Aku ingin mengarungi padang dan gurun-gurun, ingin melepuh terbakar matahari, limbung dihantam angin, dan mencium dicengkram dingin. Aku ingin kehidupan yang menggetarkan, penuh dengan penaklukan. Aku ingin hidup! Ingin merasakan sari pati hidup.

Ya aku ingin hidup.



Kamis, 05 Mei 2016

Muen Shakai (Masyarakat Terkucil di jepang)

Sebelum saya memaparkan apa itu Muen Shakai, akan saya paparkan fakta-faktanya terlebih dahulu.
  1. Pada Tahun 1987 ada 1.123 muenshi 788 laki-laki dan 335 perempuan
  2. Dan tahun 2006 melonjak menjadi 3.395. 2362 laki-laki dan 1.033 perempuan
  3. Dan sekarang setiap hari hampir ada 10 orang yang meninggal tanpa diketahui identitasnya.
  4. Pada tahun 1920 orang yang memutuskan untuk  tinggal sendiri mengalami peningkatan. Hingga puncaknya pada 1980, 40 % warga Jepang tinggal sendiri.
  5. Pada tahun 1975 JPSS melaporkan bahwa generasi muda Jepang yang tinggal dengan orang tuanya turun sebanyak 54.4 %.


Kata Muen Shakai  ditujukan untuk setiap orang Jepang yang sama sekali tidak ingin dan tidak pernah bersosialisasi. Fenomena ini sudah tersebar luas di mana orang Jepang mendapati bahwa hubungan pribadi mereka di rumah, tempat kerja serta di dalam komunitas lokal melemah. Kata Muen Shakai sendiri berarti “Masyarakat terkucil”. Faktor yang menyebabkan Muen Shakai ini tak lain dan tak bukan adalah faktor kegemaran, faktor keluarga,  faktor sosial, dan faktor ekonomi.
Dan golongan orang yang bisa disebut dengan muenshi adalah sebagai berikut.
1. Otaku 

Teknologi yang sangat maju, membuat masyarakat Jepang pada khususnya menjadi terlena dan tenggelam dalam dunianya sendiri. Hingga muncul istilah Otaku (おたく/オタク) istilah  ini digunakan untuk menyebut orang yang betul-betul menekuni hobi. Istilah "otaku" dalam arti sempit awalnya hanya digunakan di antara orang-orang yang memiliki hobi sejenis yang membentuk kalangan terbatas seperti penerbitan Dōjinshi. Belakangan ini, istilah otaku dalam arti luas sering dapat mempunyai konotasi negatif atau positif bergantung pada situasi dan orang yang menggunakannya. Istilah otaku secara negatif digunakan untuk penggemar fanatik suatu subkultur yang letak bagusnya tidak bisa dimengerti masyarakat umum, atau orang yang kurang mampu berkomunikasi dan sering tidak mau bergaul dengan orang lain. Otaku secara positif digunakan untuk menyebut orang yang sangat mendalami suatu bidang hingga mendetil, dibarengi tingkat pengetahuan yang sangat tinggi hingga Sebelum istilah otaku menjadi populer di Jepang, sudah ada orang yang disebut "mania" karena hanya menekuni sesuatu dan tidak mempunyai minat pada kehidupan sehari-hari yang biasa dilakukan orang. Di Jepang, istilah otaku sering digunakan di luar konteks penggemar berat anime atau manga untuk menggantikan istilah mania, sehingga ada istilah Game-otaku, Gundam-otaku (otaku mengenai robot Gundam), Gunji-otaku (otaku bidang militer), Pasokon-otaku (otaku komputer), Tetsudō-otaku (otaku kereta api alias Tecchan), Morning Musume-otaku (otaku Morning Musume alias Mō-ota), Jani-ota (otaku penyanyi keren yang tergabung dalam Johnny & Associates).
Secara derogatif, istilah otaku banyak digunakan orang sebagai sebutan bagi "laki-laki dengan kebiasaan aneh dan tidak dimengerti masyarakat umum," tanpa memandang orang tersebut menekuni suatu hobi atau tidak. Anak perempuan di Jepang sering menggunakan istilah otaku untuk anak laki-laki yang tidak populer di kalangan anak perempuan, tapi sebaliknya istilah ini tidak pernah digunakan untuk perempuan. Berhubung istilah otaku sering digunakan dalam konteks yang menyinggung perasaan, penggunaan istilah otaku sering dikritik sebagai praduga atau perlakuan diskriminasi terhadap seseorang. Dunia Otaku ini semakin lama semakin mengerikan, karena bukan meningkatkan kualitas pribadi tetapi malah membuat masyarakat menjadi pribadi yang enggan berkomunikasi satu sama lain sehingga mereka berpikiran untuk hidup sendiri dan  tidak membutuhkan orang lain. Hal ini berbanding lurus  dengan rendahnya tingkat pernikahan yang terjadi di negara Jepang.  Jika hal ini terjadi secara terus menerus maka akan mengakibatkan turunnya angka kelahiran, sehingga generasi muda di Jepang akan sulit ditemukan.
Otaku itu sendiri mulai dikenal di luar Jepang untuk menyebut penggemar berat subkultur asal Jepang seperti anime dan manga sejak paruh kedua dekade 1990-an. Istilah otaku pertama kali diperkenalkan oleh kolumnis Nakamori Akio dalam artikel "Otaku" no Kenkyū (おたくの研究 Penelitian tentang Otaku) yang dimuat majalah Manga Burikko. Dalam artikel yang dimuat bersambung dari bulan Juni hingga Desember 1983, istilah otaku digunakan untuk menyebut penggemar berat subkultur seperti anime dan manga. Otaku berasal dari sebuah istilah bahasa Jepang yang merujuk kepada rumah atau keluarga orang lain (お宅/御宅, otaku). Kata ini sering digunakan sebagai metafora untuk honorifik kata ganti orang kedua. Dalam kasus ini, terjemahannya adalah "Anda". Sebagai contoh, dalam anime Macross, ditayangkan pertama kali pada tahun 1982, tokoh Lynn Minmay menggunakan istilah ini sebagai kata ganti.
Bentuk slang modern dari otaku ditulis sepenuhnya dengan aksara hiragana (おたく) atau katakana (オタク, atau yang lebih jarang, ヲタク) untuk membedakan dengan makna terdahulunya. Istilah ini kemungkinan besar berasal dari percakapan antar penggemar anime yang selalu menyapa lawan bicara dengan sebutan Otaku (お宅 Anda) Di awal dekade 1980-an sudah ada istilah slang bernada sumbang byōki (ビョーキ "sakit"?) yang ditujukan kepada penggemar berat lolicon, manga dan dōjin manga. Istilah byōki sudah sering muncul dalam dōjinshi sampai ke anime dengan peran utama anak perempuan seperti Minky Momo.
Pada waktu itu, masyarakat umum sama sekali belum mengenal istilah otaku. Media massa yang pertama kali menggunakan istilah otaku adalah radio Nippon Broadcasting System yang mengangkat segmen Otakuzoku no jittai (おたく族の実態 situasi kalangan otaku?) pada acara radio Young Paradise. Istilah Otakuzoku (secara harafiah: suku Otaku) digunakan untuk menyebut kalangan otaku, mengikuti sebutan yang sudah ada untuk kelompok anak muda yang memakai akhiran kata "zoku," seperti Bōsōzoku dan Takenokozoku.
Pada perkembangan selanjutnya, sebutan otaku digunakan untuk pria lajang yang mempunyai hobi anime, manga, idol, permainan video, dan komputer pribadi tanpa mengenal batasan umur. Istilah otaku juga banyak dipakai untuk menyebut wanita lajang atau wanita sudah menikah yang membentuk kelompok sedikit bersifat "cult" berdasarkan persamaan hobi. Kalangan yang berusia 50 tahun ke atas yang merupakan penggemar berat high culture atau terus mengejar prestasi di bidang akademis jarang sekali dan hampir tidak pernah disebut otaku.
Otaku juga identik dengan sebutan Akiba Kei yang digunakan untuk laki-laki yang berselera buruk dalam soal berpakaian. Sebutan Akiba Kei berasal dari gaya berpakaian laki-laki yang lebih suka mengeluarkan uang untuk keperluan hobi di distrik Akihabara, Tokyo daripada membeli baju yang sedang tren. Sebutan lain yang kurang umum untuk Akiba-Kei adalah A-Boy atau A-Kei, mengikuti istilah B-Boy (B-Kei atau B-Kaji) yang sudah lebih dulu ada untuk orang yang meniru penampilan penyanyi hip-hop berkulit hitam.mencapai tingkat pakar dalam bidang tersebut.
Akiba Kei (秋葉系 atau アキバ系 Akiba-kei, tipe Akiba atau gaya Akiba) adalah istilah slang dalam bahasa Jepang untuk menggambarkan budaya, kecenderungan gaya berpakaian, dan tingkah laku dari kelompok orang yang termasuk golongan otaku dan berkumpul di distrik pusat elektronik Akihabara, Tokyo.
Akiba-kei bisa dibilang merupakan gaya dari orang-orang yang kurang memikirkan masalah penampilan atau pakaian, karena terlalu terobsesi dengan hobi yang bisa dipenuhi di Akihabara. Umumnya, yang dijuluki Akiba-kei adalah orang-orang yang dianggap nyentrik atau aneh, dan bisa juga karena terlalu sering mangkal di Akihabara.
Otaku di bagi menjadi tiga generasi, yaitu :
A.    Otaku generasi pertama (kelahiran paruh pertama tahun 1960-an)
Otaku generasi pertama dibesarkan sebagai penggemar fiksi sains di saat masyarakat umum masih mengganggap anime sebagai konsumsi anak-anak. Gekiga yang dimaksudkan sebagai bacaan orang dewasa lalu mulai dikenal secara luas. Otaku generasi pertama juga mulai ikut-ikutan membaca Gekiga. Di Jepang, generasi kelahiran tahun 1960-an disebut generasi Shinjinrui (Generation X) yang sewaktu kecil takjub dengan monster yang bisa berubah bentuk dan menyenangi Tokusatsu.
B.     Otaku generasi II (kelahiran sekitar tahun 1970-an)
Di masa kecil membaca Space Battleship Yamato, Mobile Suit Gundam yang nantinya menjadi bekal penting untuk menjadi otaku. Masyarakat Jepang mulai menerima kehadiran otaku. Sebagian otaku generasi II tidak bisa membedakan antara dunia fiksi sains dengan alam nyata, misalnya Gundam-otaku (Gun-ota). Permainan video dekade 1980-an juga menjadi kegemaran otaku generasi II. Pada saat yang sama, masyarakat mulai menaruh praduga terhadap otaku akibat kasus pembunuhan heboh dengan pelaku seorang otaku. Di kalangan anak sebaya, otaku mulai mendapat perlakuan diskriminasi.
C.     Otaku generasi III (kelahiran sekitar tahun 1980-an)
Di masa kecil membaca Neon Genesis Evangelion, otaku generasi III sekarang menjadi inti gerakan Sekai Kei. Anak-anak dari otaku generasi I mulai menjadi otaku sehingga citra negatif otaku semakin berkurang dan otaku hanya dianggap sebagai salah satu hobi. Di kalangan otaku generasi III, kecenderungan Moé sudah menjadi istilah yang disepakati bersama, sekaligus sebagai prinsip dan tujuan. Otaku generasi III makin tenggelam di dalam dunia yang digambarkan manga, dan bahkan sampai menyenangi high culture yang ada di dalamnya.
Dampak dari Otaku.
A.    Dampak Positif :
a.       Mengenal budaya negeri luar khususnya negeri sakura negara yang telah melahirkan anime & manga tersebut.
b.      Menerapkan budaya/adat istiadat yang dinilai positif dari negeri disiplin dan pekerja keras itu dalam kehidupan sehari-hari misalnya budaya mengucapkan maaf dan berterima kasih, ramah dll
c.       Meningkatkan imajinasi seseorang
d.      Sudah banyak ditemukan orang-orang kreatif karena kesukaannya pada anime & manga.
e.       Menjadikan seseorang mempunyai keinginan (cita-cita) untuk menjadi sukses di masa depan tapi dalam hal apa-apa yang berhubungan dengan jepang dan anime. Dan hal itu akan membuat seseorang tersebut termotivasi untuk terus berusaha.
f.       Karena faktor negatif yang membuat seseorang sulit 'bersosialisasi' dg orang yang tak punya hobi yang sama maka orang tersebut lebih memilih sering di rumah, namun hal tersebut akan membuat seseorang tak kan terjerat yg namanya pergaulan bebas maupun berhubungan dengan orang-orang yang terlalu bebas bergaul.
g.      Bila ada 2 orang sama-sama punya ketertarikan yang sama terhadap anime & manga maka akan membuat 2 orang tersebut akan sangat mudah bersosialisasi.

B.     Dampak Negatif :
a.       ketergantungan, seakan menjadikan manga & anime itu sbg suatu kebutuhan dalam hidup yang harus dipenuhi.
b.      Seseorang yg menyukai anime & manga menyebabkan seseorang tersebut sering berkhayal, menganggap bahwa tokoh-tokoh yang ada didalamnya hidup dan membayangkan dirinya berada dalam cerita dan menjadi salah satu tokoh disana.
c.       Bagi sebagian orang membuat malas melakukan segala aktivitas.
d.      Sangat berpengaruh dalam hal bersosialisasi, biasanya orang yang sangat menggemari anime dan manga (otaku) akan sulit bersosialisasi kecuali dengan orang-orang yang sama-sama mempunyai hobi yg sama dengannya, yaitu menonton anime dan manga.
e.       Orang yang sudah menjadi otaku lebih senang diam di rumah menonton anime atau baca manga, dan menolak bepergian karena tak suka keramaian dan faktor sulit bersosialisasi.
f.       Karena mengenal kebudayaan atau adat isiadat Jepang dari anime & manga maka mereka sebagian besar lebih mencintai budaya Jepang daerah asal anime & manga tersebut, daripada indonesia negaranya sendiri.
g.      Budaya dari luar tentu ada yang tak sesuai dg budaya di negara kita, ada yg baik dan malah ada yg buruk, karena mengenal dari anime & manga mengenai budaya Jepang maka tidak menutup kemungkinan budaya nya ditiru bahkan sampai yang dinilai di negara kita buruk (ini hanya bagi orang2 yang tak mampu menyaring seharusnya apa2 yang perlu diserap)
h.      Bagi org yg sudah menjadi otaku, sebagian apatis terhadap keadaan sekitar bahkan masa depannya yg selalu memenuhi fikirannya hanya kesenangannya saat menonton anime & manga.
2. Akiba Kei 

Akiba Kei adalah istilah slang dalam bahasa Jepang untuk menggambarkan budaya, dan memiliki gaya pakaian yang dianggap nyentrik atau aneh dan biasanya mereka berkumpul di distrik pusat elektronik Akihabara, Tokyo.
3. Kodokushi
Kodokushi  atau dying alone/isolated death adalah suatu fenomena sosial yang muncul di Jepang pasca gempa bumi Kobe tahun 1995. 
4. Hikikomori
Hikikomori = Menarik diri atau mengurung diri dan menolak untuk keluar rumah. Rentan terjadi pada usia 20-29, dan didominasi oleh laki-laki. Durasi sedikitnya enam bulan. Bermula dari rasa enggan sekolah atau futoko. Menurut NHK, penduduk Hikikomori tahun 2005 1,6 juta. Semi hikikomori 3 juta orang.
5. NEET
NEET : Not Employment, Education or Training. Dikenal sejak tahun 1997 dengan bahasa Jepang mogyousha. NEET terbagi atas : Yankee Kata, Hikikomori Kata, Tachisukumu Kata, Tsumazuki Kata. Untuk lebih jelas bisa dilihat di anime seperti Hataraku dan Maou-Sama. Penyebab terjadinya NEET adalah, adanya masalah di sekolah, Ijime oleh teman, perkembangan teknologi, dan perbedaan selera antar teman.

Akibat dari Muen Shakai adalah
  1. Jumlah Muenshi meningkat dari tahun ke tahun.
  2. Tingkat bunuh diri yang meningkat.
  3. Penurunan angka kelahiran
  4. Jika dalam jangka panjang, maka Jepang akan mengalami krisis pertumbuhan penduduk.



Senin, 25 April 2016

Kagome-Kagome (Permainan Tradisional Jepang yang Misterius)

Sebelum menjadi Mahasiswa seperti sekarang ini, kita semua pasti melewati masa kanak-kanak yang menyenangkan. Yang setiap harinya hanya berkutat dengan permainan-permainan yang tak pernah membuat bosan meskipun sudah ratusan kali dilakukan. berbeda dengan  anak-anak zaman sekarang yang lebih memilih menggunakan gadget untuk bermain games, anak-anak zaman dahulu tidak bisa lepas dari  permainan tradisional.
Kagome-Kagome
Dilihat dari kata permainan tradisional kita bisa mengetahui permainan  tradisional adalah permainan yang telah ada sejak zaman dahulu dan diturunkan secara turun temurun untuk anak cucu kita. perkembangan permainan tradisional ini bisa dibilang jalan ditempat sejak kemajuan teknologi merambah kehidupan kita atau malah bisa dibilang mengalami kemunduran yang signifikan.
Tapi dengan adanya permainan tradisional itu membuktikan bahwa suatu negara memiliki kebudayaan yang tak ternilai hargnya. Seperti halnya negara Jepang yang kaya akan kebudayaan. Jepang adalah salah satu negara Asia yang bisa disejajarkan dengan negara-negara maju di Eropa, maka tak heran jika Jepang disebut dengan Macan Asia.  Yang menakjubkan lagi dari Jepang adalah, Jepang sangat menjaga kebudayaannya sehingga tidak luntur dan usang ditelan zaman. Selain menjaga kebudayaan untuk negara mereka sendiri Jepang juga mempromosikan kebudayaannya sehingga hampir semua mata di dunia tahu tentang kebudayaan mereka. Salah satu contoh kebudayaannya meliputi permainan tradisional Jepang. Jepang memiliki banyak permainan tradisional, di antara lain yaitu :
  1.      Darumasan ga koronda
  2.   Ponjan (sejenis mahjong)
  3. Fukuwarai (permainan menempelkan anggota wajah)
  4.  Hana Ichi Momme
  5.   Hanetsuki
  6.   Kagome Kagome
  7.   Ken Ken Pa§
  8.    Makura-Nage
  9.   Nawatobi
  10.  Onigokko
  11.  Oshikura manju
  12.  Otedama
  13.  Uta-garuta
  14.  Kamizumo
Kali ini saya akan membahas permainan Kagome Kagome. Kagome Kagome adalah   permainan anak-anak di Jepang yang dimainkan sekelompok anak-anak yang bernyanyi sambil berjalan bergandengan tangan melingkari seorang anak yang sedang menjadi Oni.
Oni adalah makhluk kuat, jahat, dan menakutkan yang dipercaya memiliki kekuatan supranatural dalam kepercayaan Jepang. Ia datang dari dunia lain membawa bencana atau nasib baik. Kekuatan spiritual yang dimilikinya begitu menakutkan, dan dipercaya memiliki kekuatan baik sekaligus jahat, sehingga menjadi obyek pemujaan sekaligus dihindari kehadirannya. Oni termasuk salah satu jenis yōkai. Dalam bahasa Tionghoa, aksara hanzi untuk oni dibaca sebagai "guǐ" yang berarti arwah orang meninggal. Bagi orang Tionghoa, nama tersebut tabu untuk disebut-sebut. Di Jepang, aksara yang sama dibaca sebagai oni (iblis), mono (arwah yang berdiam), atau kami. Sejak zaman Heian, oni digambarkan sebagai laki-laki besar berambut gondrong dan keriting. Matanya besar menakutkan. Di kepalanya terdapat dua buah tanduk (oni merah) atau sebuah tanduk (oni biru). Mulutnya dipenuhi gigi yang bertaring, dan jarinya berkuku tajam. Pakaian hanya berupa sepotong cawat (fundoshi) dari kulit harimau. Senjata yang dibawanya disebut kanebō, berbentuk sebilah gada penuh duri-duri tajam.
Lagu yang dinyanyikan adalah lagu anak-anak Kagome Kagome. Anak yang menjadi oni duduk mendekam di tengah lingkaran sambil menutup mata dengan kedua belah tangan. Ketika lagu selesai dinyanyikan, anak itu harus menebak nama anak yang persis ada di belakangnya. Anak yang namanya berhasil ditebak mendapat giliran berjaga.
Permainan ini umumnya dilakukan oleh kelompok kecil yang terdiri dari 5 hingga 6 orang anak. Bila peserta terlalu banyak, anak yang sedang menjadi oni sulit untuk menebak nama anak yang persis ada di belakangnya. Permainan dimulai dengan janken untuk   mengundi anak yang akan dijadikan oni.
Janken bisa disebut juga Batu -Gunting-Kertas adalah sebuah permainan tangan dua orang. Permainan ini sering digunakan untuk pemilihan acak, seperti halnya pelemparan koin, dadu, dan lain-lain. Beberapa permainan dan olahraga menggunakannya untuk menentukan peserta mana yang bermain terlebih dahulu. Kadang ia juga dipakai untuk menentukan peran dalam permainan peran, maupun dipakai sebagai sarana perjudian. Permainan ini dimainkan di berbagai belahan dunia. Di kalangan anak-anak Indonesia, permainan ini juga dikenal dengan istilah "Suwit Jepang". Di Indonesia dikenal juga permainan sejenis yang dinamakan suwit—Terdapat tiga isyarat tangan dalam permainan ini. Batu digambarkan oleh tangan mengepal, gunting digambarkan oleh jari telunjuk dan tengah, kertas digambarkan oleh tangan terbuka. Tujuan dari permainan adalah mengalahkan lawan bermain. Aturan standar adalah batu mengalahkan gunting, gunting mengalahkan kertas, dan kertas mengalahkan batu. Jika kedua pemain mengeluarkan isyarat yang sama, maka permainan diulang. Kadangkala pemain menggunakan sistem berulang-ulang artinya sekali kemenangan tidak cukup untuk menghentikan permainan. Misalnya pemain yang menang 5 kali terlebih dahulu menjadi pemenang
Lirik lagu yang dinyanyikan sewaktu mengelilingi oni dapat berbeda sedikit menurut daerahnya di Jepang. Lirik yang populer sekarang adalah lirik yang didokumentasikan oleh Naoji Yamanaka di kota Noda, Prefektur Chiba pada awal zaman Showa. Lirik lagu Kagome Kagome dapat ditafsirkan bermacam-macam. Berbagai kanji yang berbeda dapat dipakai untuk menulis kata kagome sehingga artinya menjadi berbeda-beda:
1.      kagome 籠目, anyaman kotak dari bambu
2.      kakome 囲め, kelilingi
3.      kagame 屈め, duduklah mendekam
Kata kagome juga dapat berarti tempat hukuman mati yang dikelilingi pagar bambu, segi enam, heksagram, atau ditulis sebagai kagome (籠女?) yang berarti wanita hamil. Begitu pula halnya dengan kata-kata berikutnya yang mengundang berbagai penafsiran. Oleh karena itu, lirik lagu ini melahirkan berbagai cerita misteri, mulai dari kisah wanita hamil yang keguguran karena jatuh didorong mertua, wanita penghibur yang selalu dikurung dan diawasi, hingga sandi menuju lokasi Emas Terpendam Tokugawa.
Lirik Kagome Kagome.
Kagome kagome, kago no naka no tori wa
Itsu itsu deyaru? Yoake no ban ni
Tsuru to kamee to subetta
Ushiro no shoumen daare?
Artinya :
Kagome kagome, burung dalam sangkar
Kapan kapan kau keluar? Saat malam dini hari
Burung jenjang dan penyu tergelincir
Siapa yang ada tepat di belakang?
Lirik lagu Kagome Kagome menurut banyak orang adalah salah satu lagu yang menyeramkan karena banyak mengandung misteri selain lagu toru-toru bozu dan Tooryanse. Lagu ini juga dikaitkan dengan salah satu kisah tragis anak-anak panti asuhan yang ada di jepang. Mereka menjadi objek eksperimen berbahaya  para ilmuwan NAZI (Jerman), kisah ini terjadi setelah perang dunia ke-dua berakhir.
Di sebuah bukit daerah Shimane, dekat dengan area Hiroshima banyak ilmuwan NAZI  yang melakukan eksperimen yang tidak bisa diterima dengan akal sehat. Ilmuwan-ilmuwan ini dikenal sebagai ilmuwan yang sering melakukan eksperimen aneh dan selalu bersembunyi di bawah radar dan kali ini mereka ingin meneliti sebuah ‘keabadian’.  Mereka beranggapan di dalam otak terdapat ‘tombol kematian universal’ yang aktif setelah otak manusia berkembang dan tombol inilah yang mengatur kematian seseorang.
Para ilmuwan ini mengemukakan bahwa mereka bisa mengangkat tombol tersebut dan memberikan manusia sebuah keabadian dan eksperimen ini berlangsung pada tahun 1942. Mereka memilih sebuah panti asuhan di Jepang, sebagai tempat eksperimen dan objek penelitian mereka adalah anak-anak yang tinggal di dalam panti asuhan tersebut. 
Sebelum anak-anak tersebut diteliti  mereka akan melakukan tes psikologi dan mendapatkan imunisasi  agar terhindar dari cacat dan saat itu mereka memulai eksperimen mereka  dengan membedah salah satu staff  panti asuhan tersebut untuk mencari tahu perbedaan antara  otak manusia dewasa dan otak anak-anak. Sambil mencari tombol kematian tersebut agar dapat memulai eksperimen mereka.
Korban pertama eksperimen tersebut adalah anak yang paling tinggi di antara semua anak di panti tersebut. Mereka mulai membelah kepala anak itu dan mengangkat ‘tombol kematian’nya. Namun naas, saat kepalanya di tutup, anak ini kemudian tewas dan mayatnya di buang begitu saja di hutan belakang panti asuhan tersebut.

Setelah mendapat banyak peralatan baru dan menggunakan metode-metode yang berbeda di setiap penelitiannya. Para ilmuwan ini akhirnya berhasil mengangkat ‘tombol kematian’ tersebut dan membangunkan banyak pasien mereka dan pada tahun 1943, mereka sukses mengangkat ‘tombol kematian’ seorang gadis termuda di panti tersebut, namun sayangnya gadis kecil ini kehilangan kemampuan untuk berkeringat. Para ilmuwan ini merasa begitu senang dan berpesta pora dan akhirnya mereka beristirahat untuk sementara waktu.
Namun, keesokan paginya, anak ini tidak bangun dari tidurnya dan mengalami koma. Sayang, para ilmuwan ini tidak menyerah begitu saja, beberapa saat kemudian entah dengan metode apa, mereka berhasil membangunkannya kembali dan eksperimen inipun berlanjut dengan eksperimen yang berbeda. Mereka berencana untuk mengamputasi tangan dari salah satu anak dan menggantinya dengan tangan buatan yang rencananya akan di kirim dari Moskow, Rusia. Mereka memilih salah satu anak perempuan dan mengamputasi tangannya begitu saja. Tetapi, tangan buatan tersebut tak kunjung datang dan anak perempuan itupun hidup dengan satu tangan saja.
Salah satu anak panti yang tidak menyukai eksperimen tersebut mulai memberontak. Ia mencuri dan menghancurkan catatan, peralatan dan merusak ruangan penelitian mereka. Dibandingkan umurnya yang masih 8 tahun, ia mengakibatkan banyak kerusakan yang tak sesuai dengan ukurannya. Ilmuwan senior begitu memandang hina dirinya namun mereka tak melakukan apapun agar tak menimbulkan kecurigaan.
Mereka malah menyuruh tentara NAZI untuk menghabisinya. Bocah kecil tersebut secara brutal dipenggal oleh bayonet tumpul dan mayatnya tidak di kubur. Ia di buang begitu saja di hutan belakang panti tersebut dan para tentara mengatakan kepada penjaga anak-anak bahwa ia telah menemukan keluarga yang baru.
Para ilmuwan tersebut melanjutkan eksperimen mereka dengan anak-anak yang sudah dibedah sebelumnya untuk mencoba metode baru mereka. Menyedihkan, tak ada satupun dari mereka yang selamat. Pada beberapa anak, ada yang kehilangan dahinya, dagu dan lidahnya di angkat, dan ada yang setengah kepalanya hilang. Tragisnya, semua percobaan ini tanpa menggunakan obat anastetik saat anak-anak malang ini dibedah (tanpa dibius terlebih dahulu agar tidak merasakan sakit).
Para ilmuwan ini berpendapat bahwa eksperimen ini tidak bekerja pada anak-anak. Sehingga, mereka pun memilih beberapa penjaga anak-anak (dewasa) untuk di bedah. Dan mengejutkannya mereka semua selamat dan bertahan.
Saat eksperimen itu sedang berjalan, beberapa ilmuwan diperintahkan untuk melihat kondisi dan sikap anak-anak yang masih bertahan. Disinilah hal-hal aneh mulai terjadi. Di jurnal salah seorang ilmuwan tertulis “Awalnya mereka terlihat normal-normal saja seperti anak-anak lainnya. Bermain dengan ceria, belajar dengan normal tapi jika mereka terpisah dengan kelompoknya, mereka seperti .. hilang.. mereka mondar-mandir tidak jelas, dengan senyum kosong di wajah mereka, mereka selalu menatap langsung kepadamu. Jika di dekati dari belakang, mereka akan berbalik secepat kilat dan beberapa saat, kau dapat melihat ekspresi yang jahat di wajah mereka dan akan membuatmu gemetar. Namun kemudian kau akan sadar mereka hanya sedang membuat senyuman manis di wajah mereka lagi.
Hal lain yang rasanya seperti mengikuti kami, hanya pada saat kami sendiri. Setelah selesai dengan ketikanku dan menuju ruanganku, seringkali aku dikejutkan oleh salah satu anak yang berdiri beberapa meter di lorong yang gelap dan memandangiku. Ketika aku beranjak menuju ruanganku, ia mengikutiku dan aku pun langsung menutup pintuku, mengganjalnya dengan kursi dan kemudian aku tidur dengan tenang. Rasanya mereka seperti hantu di malam hari. Dan hal yang lucu terjadi, aku sering melihat salah satu anak dengan rambut yang sedikit kemerahan. Namun saat aku bertanya pada penjaga, mereka menjawab bahwa tidak ada anak yang seperti itu disini.
Mereka juga sering bermain bahkan sebelum kami datang. Aku tidak memiliki banyak pengetahuan tentang Jepang, tapi nama permainan itu sepertinya ‘kagome kagome’ berdasarkan jawaban salah satu translator kami. Beberapa anak mengelilingi salah satu anak yang duduk di tengah sendirian, bersama mereka berpengangan tangan dan mulai berjalan mengelilinginya dengan wajah yang menakutkan sambil bernyanyi lagu yang aneh, kau akan kalah jika kau curang.
Setelah berbicara dengan mereka, aku melihat sepertinya mereka lebih banyak melamun, pelupa dan terkadang pandangan mereka kosong, seolah-olah eksperimen itu menghapus memori mereka. Tapi sepertinya bukan jenis lamunan yang polos, namun lebih jahat. Mereka akan melihatmu dengan pandangan mata yang lebar dan bertanya padamu pertanyaan yang sepertinya telah mereka ketahui sebelumnya. Salah satunya pernah bertanya “kapan nenekmu mati, apa benar dia meninggalkanmu sebuah jam tangan berlapis emas?” rasanya gila, tapi aku menjawabnya dengan jujur “iya ..”
Pada awal tahun 1945 saat Hiroshima di bombardir musuh dan Jerman terkena denda, eksperimen itu di hentikan. Orang-orang Jerman itu mulai membereskan alat-alat mereka, sebagian dari mereka sudah ada yang pulang dikarenakan mental mereka yang hampir gila karena menghadapi sikap anak-anak tersebut hingga hanya 4 ilmuwan yang tersisa.
Setelah mengirim peralatan mereka yang terakhir, para ilmuwan itu menganggap mereka harus berpamitan dengan para penjaga anak-anak tersebut dan merekapun melakukannya. Dan yang membuat salah satu ilmuwan ketakutan dan mengejutkan ilmuwan lainnya, kepala penjaga tersebut mengatakan dalam bahasa Jerman yang fasih “maukah kalian bermain satu permainan terakhir dengan kami?”
Tiga dari mereka setuju, dan mereka memulai permainan tersebut. Para ilmuwan itu mulai menutup mata mereka dan anak-anak beserta penjaganya mulai mengelilingi mereka.
“Sekarang.. Jika kau curang, kau kalah..”
Satu-satunya ilmuwan yang tersisa lari ketakutan menuju truk terakhir tanpa melihat ke belakang lagi.
Terlepas dari banyaknya misteri yang terkandung dalam lirik lagu Kagome Kagome ini, permainan ini digemari banyak anak-anak di Jepang dan hampir di seluruh belahan dunia mengetahui tentang permainan tradisional ini.